Posted by : Unknown Rabu, 12 Agustus 2015


Author : Zet Zaldriel

Chapter 02 :

“A-Aku tidak apa-apa,” jawab Honoka terbata-bata. Matanya masih menatap kaget pada apa yang ada di depanya.

  Sementara itu, cowok tadi berbalik menatap pria yang tersungkur ke atas tanah. Kelihatanya pria penguntit itu tak begitu kuat, hingga sedikit dorongan cowok tadi bisa membuat tubuhnya terpental.

  Cowok yang melindungi Honoka mendekatkan dirinya pada pria itu. Tatapanya tajam bagai elang yang tengah mengincar mangsanya. Hawa kengerian muncul dari dalam dirinya.

“Pergi dari sini, sampah!”

  Nampaknya intimidasi cowok itu sangat besar, sehingga penguntit tadi lari terbirit-birit. Dalam sekejap kemudian, batang hidungnya sudah tak ada di sini lagi.

“T-Terima kasih!” ungkap Honoka sembari menghela napas lega.

“Huh, bukan masalah. Aku hanya tak tahan dengan orang seperti itu.”

“Tapi aku benar-benar berterima kasih. Aku tadi merasa sangat ketakutan.”

  Sebagai tanda terima kasihnya, Honoka membungkukan badan serendah-rendahnya. Berharap menerima respon, tapi dia tak mendapat jawaban apa pun.

  Ia pun kembali menegakan badanya dan mendapati cowok tadi sudah hilang dari hadapanya. Kepalanya ditengokan ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok yang tadi sudah menolongnya.

  Sesaat kemudian, Honoka menemukan cowok itu tengah berjalan ke arah jalan raya. Tanpa buang waktu lagi gadis yang menjadi leaderμ's itu segera mengejarnya dan menahan lengan baju cowok itu.

“Tunggu dulu!” seru Honoka.

“Aduh, apa-apaan sih kau ini...!”

“Aku mau berterima kasih.”

“Kau kan tadi sudah melakukanya. Mau berapa kali sampai kau puas mengatakanya!? Berhentilah membuang-buang waktuku, bodoh...!!!” bentak cowok itu.

“Hiee....”

  Dimarahi dan dibentak oleh orang lain adalah hal yang tak pernah Honoka dapatkan sebelumnya, bahkan jika itu teman terdekatnya sendiri. Tapi kini seorang cowok asing memperlakukanya seperti itu.

  Gadis itu pun tak bisa menahan air matanya yang mulai mengembun di kelopak matanya. Meski begitu gadis ini tak terlihat benar-benar menangis.

“Ya ampun! Kenapa kau malah menangis?!” 

  Cowok tadi menggaruk-garukan kepalanya. Wajahnya cukup tampan juga, hanya saja perangainya yang buruk sangat disayangkan. Dan kalau diperhatikan baik-baik, dia juga memakai tindik di kedua telinganya.

“Ini, hapus air matamu dan jangan menangis lagi.” Dia mengambil sebuah sapu tangan dari dalam tasnya dan memberinya pada Honoka.

“Habis kau mengatakan sesuatu yang kejam!”

“Masa’ cuma begitu doang kau sampai menangis?”

  Cowok itu memperhatikan Honoka yang mengusap matanya. Dia pun terlihat sedikit terpesona pada gadis yang tambah cantik dengan air mata pada wajahnya itu.

*SPROTT!!!

“Hoi, siapa bilang kau boleh membuang ingusmu dengan sapu tanganku?!!!!” ujar cowok itu dengan nada tinggi.

“Eh, tidak boleh, ya?!”

“Dasar cewek menyebalkan!” umpat sang laki-laki, “hei, ngomong-ngomong...”

“Ada apa?” tanya Honoka.

“Sepertinya aku pernah melihat wajahmu. Tapi dimana, ya?!”

  Untuk seorang idol terkenal dan naik daun seperti Honoka, tidak mengenal wajahnya adalah hal yang sungguh terlalu. Meski kau tidak suka segala hal yang berbau idol, pastilah setidaknya kau mengenalinya. Apalagi wajah semua memberμ's menjadi sangat terkenal karena sering muncul di beberapa majalah dan toko suvenir di Akihabara.

  Kelihatanya cowok itu tak pernah sekalipun membaca majalah dan tidak punya ketertarikan pada hal itu. Lama juga dia mencoba memandangi wajah Honoka hanya untuk mengingat apa dia pernah bertemu dengan gadis itu.

“Ah... masa bodo, lah! Aku mau pulang saja dan jangan ikuti aku lagi!” cowok itu segera berbalik meneruskan langkah kakinya yang sempat terhentikan.

Honoka melihat punggung laki-laki itu dengan mata birunya, “tunggu sebentar!”

“Apa lagi?”

“Setidaknya beri tahu aku namamu!”

“Tanaka,” ujar cowok itu dengan lirih.

“Namaku Kousaka—“

“Tidak peduli!” potong Tanaka, “lagipula kita tidak akan bertemu lagi!”

  Perlahan tapi pasti sosok Tanaka yang tinggi tegap lenyap ditelan kegelapan malam, meski ada lampu jalan yang menerangi. Honoka hanya melihatnya sembari masih terpaku di tempatnya berdiri.

                                        *********************************************

  Hari-hari berlalu tanpa disadari sudah satu minggu sejak Honoka bertemu dengan seorang cowok misterius. Hal itu sepertinya masih membebani pikiranya hingga kini. Karena sejak pertemuan pertama mereka, ia belum pernah bertemu lagi dengan Tanaka.

  Hari sedang hujan, jadi dia dan para memberμ's lainya hanya berdiam diri di ruang klub sampai hujan reda. Honoka menatap ke luar jendela sambil memeggangi sapu tangan pemberian Tanaka di tanganya.

“Akhir-akhir ini aku sering melihatmu membawa sapu tangan itu. Apa kau membelinya di suatu tempat?” tanya Umi yang duduk di sebelahnya.

“Eh, ini? Ini dari seseorang,” jawab Honoka, “ceritanya panjang. Dan aku ingin mengembalikanya.”

Kotori yang duduk di depanya menatap Honoka, “kalau begitu kenapa tidak kau kembalikan saja?”

“Justru itu, Kotori-chan! Aku cuma bertemu denganya sekali di jalan.”

“Seperti apa dia?”

“Hmm... namanya Tanaka. Dia juga masih anak SMA, tapi aku tidak tahu dia dari sekolah mana.”

  Honoka menghela napas panjang. Mungkin dia agak lelah karena pekerjaanya sebagai ketua OSIS di sekolah ini agak menumpuk akhir-akhir ini. Atau mungkin dia...

“Abaikan saja. Toh dia yang memberinya padamu!” seru Maki.

“Itu tidak bisa!” sahut Honoka dengan cepat.

“Kenapa?”

“Karena ini bukan milikku. Dan aku harus mengembalikanya.”

“Kenapa kau tidak mencarinya di internet saja?!” kata Maki sembari memilin-milin ujung rambutnya yang berwarna scarlet 

“Eh, memangnya bisa?!” Honoka langsung bangkit dari kursinya.

“Ya ampun! Sekolahnya ada di kota ini, kan?!.Cari saja daftar SMA yang ada di kota ini, lalu liat homepage-nya. Biasanya di sana ada foto-foto para siswa. Cari yang seragam yang sama dengan orang itu. Beres, kan?!”

“Uoh... kau hebat, Maki-chan!!”

“Huh... kau saja yang tidak berpikir sampai sejauh itu!” Maki memalingkan wajahnya ke samping dengan arogan.

“Maki-chan gitu, loh...!” seru Rin, gadis berambut pendek oranye.

  Honoka beranjak dari kursinya dan langsung menyalakan komputer yang terletak di sudut ruangan. Tak lama kemudian, dia menghujani keyboard dengan jari-jemarinya.

  Mata birunya menatap layar kaca dengan seksama. Telunjuknya menyentuh tombol gulir pada mouse untuk membuat tampilan layar pada monitor bergerak ke bawah. Ada banyak sekali sekolah SMA di kota ini. Meski begitu Honoka tak menyerah untuk menelusuri lebih lanjut lagi.

  Beberapa menit kemudian setelah membuka lembar demi lembar halaman internet. Gadis itu akhirnya menemukan juga sekolah yang ia cari. Seragam sekolah itu juga sama persis dengan seragam yang dipakai oleh cowok misterius yang menolongnya.

“Ketemu!” ujar Honoka.

“Sekolah mana?” tanya Kotori yang menghampiri Honoka dan memegangi bahunya.

“Akademi Shinonome.”

                                        *********************************************

  Awan mendung kini sudah berhenti menurunkan titik-titik air. Bau tanah basah langsung menyengat hidung. Permukaan jalan raya menjadi basah hingga mengakibatkan setiap kendaraan yang berlalu lalang menurunkan kecepatanya.

  Tiba waktunya untuk para anggota μ's untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Tapi kali ini tidak seperti biasanya Honoka tak pulang bareng Kotori dan Umi walau rumah mereka searah.

“Kau yakin, Honoka!?” tanya Umi dengan cemas, “apa perlu kami ikut bersamamu?”

“Tak perlu, Umi-chan. Lagipula untuk mengembalikan sapu tangan saja tidak perlu beramai-ramai.”

“Kalau begitu hati-hati!”

  Usai melambaikan tanganya Honoka langsung pergi berlawanan arah dari rumahnya. Ia bergegas menuju ke halte bus. Akademi Shinonome letaknya memang tak jauh dari sekolahnya. Tapi membutuhkan waktu tempuh sekitar 10 menit untuk sampai ke sana dengan bus.

  Tak lama kemudian, ia turun di halte tujuannya. Langkah kakinya menapaki trotoar becek yang terkadang membuat orang terpeleset. Meski begitu, ia berjalan di sana sembari bersenandung ria seperti tak mencemaskan apa pun.

  Mendadak langkahnya berhenti saat tiba di sebuah gerbang. Bangunan megah bertingkat empat berada di baliknya. Ada sebuah taman yang asri antara gerbang dan bangunanya sendiri. Tampak beberapa siswa sedang duduk-duduk di bangku panjang yang berada di sana.

“Akhirnya aku sampai juga,” ujar Honoka.

  Meski begitu ia merasa ragu-ragu untuk masuk ke dalam sekolah orang lain begitu saja. Memang pada saat jam pulang sekolah ini, siswa Akademi Shinonome sudah banyak yang pulang ke rumah masing-masing. Tapi tetap saja, gadis itu masih terdiam di tempatnya berdiri.

  Melihat Honoka yang kebingungan di depan gerbang sekolahnya, seorang gadis berambut pendek kecoklatan tampak mendekati Honoka. Dia dan teman-temanya sepertinya akan pulang bersama, tapi ia tak bisa begitu saja meninggalkan orang yang kelihatan kebingungan di depan sekolahnya.

“Permisi... apa kau perlu sesuatu?” tanya gadis itu pada Honoka.

“Aku ingin mencari seseorang.”

  Tepat saat Honoka menatap ke arahnya, gadis itu terlihat terkejut. Sepertinya ia mengenal wajah Honoka. Ekspresi kaget sangat jelas terlihat di wajahnya sekarang.

“Jangan-jangan kau... Kousaka Honoka?! Kau leaderμ's, school idol yang terkenal itu, kan?!” gadis itu terlihat kegirangan.

“Ehm... itu—“

“Kok bisa kau ada di sini?”

“Aku di sini sedang mencari orang,” sahut Honoka. 

  Sebenarnya dia senang karena gadis itu mengenalnya, tapi sekarang bukan saatnya untuk itu. Karena ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan.

“Aku Hasekura Kasane, panggil saja Kasane.”

“Ehm, begitu ya. Salam kenal ya, Kasane-chan!” Honoka menjabat tangan Kasane sembari memberi senyum lebar, “kuharap kita bisa jadi teman baik.”

“Ngomong-ngomong kau tadi ingin mencari orang, kan?! Siapa namanya?”

“Tanaka. Aku tidak tahu nama depanya.”

Kasane memegangi dagunya, “Tanaka, ya?! Di sekolah ini ada dua orang yang nama keluarganya Tanaka.”

“Mereka kakak beradik?!”

“Bukan, hanya nama belakangnya saja yang sama.”

“Tapi mungkin yang kau cari Tanaka Kazumi, dia biasanya berada di kantin sepulang sekolah. Dia orang yang suka memakai sweater biru. Apa perlu aku mengantarmu?”

“Eh, tak perlu. Lagipula sepertinya teman-temanmu sedang menunggumu.”

“Kalau begitu, sampai ketemu lagi ya, Honoka-san!”

  Dengan lambaian tanganya yang lembut, Kasane kembali bergabung bersama teman-temannya. Cahaya senja menemani langkah mereka yang mengarah ke stasiun. Perlahan tapi pasti sosok mereka menghilang dari pandangan Honoka.

  Sementara itu Honoka tanpa ragu-ragu lagi segera menuju ke arah kantin, berharap bertemu dengan penyelamatnya waktu itu. Saat tiba di sana, ia segera mencari orang yang bersweater biru. Mencarinya adalah hal yang mudah, karena saat ini tidak banyak orang yang berada di sini.

“Ketemu!” seru Honoka.

  Tapi dia tak melihat wajahnya langsung, karena posisinya yang membelakangi Honoka. Gadis berambut kecoklatan itu mendekati orang itu dan menepuk bahunya. Namun ia terkejut karena mendapati orang bersweater biru itu bukanlah orang yang ia cari.

“Eh, maaf... aku salah orang!” ujar Honoka seraya membungkukan badanya, “kukira kau itu Tanaka.”

Pria itu bangkit dari tempat duduknya dan memandang Honoka dengan pandangan menjijikan, “aku memang Tanaka. Tanaka Shu. Kau cukup manis juga. Mau bersenang-senang denganku?”

“Maaf, tapi kau bukanlah Tanaka yang kucari.”

Wajah Shu berubah menjadi masam, “jangan bilang kau... mencari Tanaka Reiichirou...!?”

“Re-Reiichirou...?!” ulang Honoka.

  Dalam hati ia merasa senang karena tahu nama lengkap penolongnya. Tapi ia merasa agak takut karena Tanaka yang berada di depanya sekarang kelihatanya tak akan membiarkanya pergi begitu saja.

  Bahkan saat Honoka mencoba berbalik meninggalkanya, Shu dengan cepat menahan lengan Honoka agar tak bisa kabur. Honoka menjadi sangat ketakutan, meski ada orang lain di sekelilingnya, mereka tak mencoba untuk menolong.

“Reiichirou itu anak berandal yang bahkan pernah menghajar gurunya sendiri. Lebih baik kau lupakan saja dia,” ujar Shu dengan senyum licik di wajahnya.

“Itu bohong!”

“Memangnya kau tahu apa tentang dia? Seluruh sekolah ini juga tahu kalau dia orang yang seperti itu!”

“Lepaskan aku!”

  Honoka mengibaskan lenganya untuk meloloskan cengkraman Shu. Dia pun berhasil dan segera pergi dari sana. Kelihatanya Shu tak berusaha mengejar, hingga Honoka bisa menghela napas lega untuk sejenak.

  Ia kini berada di pojok sekolah dekat kebun yang terdapat banyak bunga dan tanaman. Kakinya ditekuk hingga lutut bisa menyentuh dagunya sendiri. Sepertinya ia merasa agak shock dengan kejadian barusan. 

  Selama ini dia jarang sekali berinteraksi dengan pria. Sekalipun pernah itu mungkin hanya keluarganya atau pelanggan yang mampir di toko kue milik orang tuanya. Tapi setelah mengalami hal tadi, ketakutanya pada laki-laki mendadak muncul.

“Hiee... laki-laki ternyata menakutkan!” ujarnya sembari memegangi kepalanya.

“Kenapa kau ada di sini?”

  Sebuah suara mendadak terdengar oleh telinga Honoka. Ia pun mencari asal suaranya dengan menatap ke arah kumpulan bunga matahari yang menjulang tinggi yang berada di depanya.

“Mana mungkin aku ada di sana?! Aku tepat di sampingmu, bodoh!”

  Honoka melemparkan pandanganya ke sampingnya. Entah sudah berapa lama dia berada di sana. Orang yang pernah menolongnya dulu, kini duduk tepat di sebelah Honoka tanpa dia sadari.

“Ta-Tanaka-saan....!!”

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 OreDoujin - Ore no Imouto - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -